Tentang Budi yang Kerap Terlantarkan Oleh Hamzah Fanzhury

Tentang Budi yang kerap terlantarkan! 


Di awali dengan bokong (dalam bahasa Bugis) atau ketupat. 
Bokong identik lebaran, 
Bokong adalah makanan yang disajikan di hari yang fitrah dengan isian beras tanpa di campur dengan apapun. 
Lebaran adalah hari yang fitrah atau penyucian diri, jika di sinkronkan antara bokong dan lebaran maka keduanya jika terlihat dalam cakra hikmah adalah sebagai ruang dan waktu fitrah. Singkat saja! ("") 

Bokong juga dapat diartikan dalam hikmah sebagai makna bingkisan, seperti kata pepatah Bugis

" engkatu bokong temmawari riyaseng saromase', ana'! " (ada bekal yang tak akan pernah menjadi basi yakni budi, nak!). 

Yah budi, secara harfiah adalah perangai atau tabiat seseorang. 
Budi juga dapat diartikan meliputi segala santunan atau pemberian dari seseorang ke orang lain, baik yang berwujud materi, tenaga, pikiran, sikap ramah bahkan niat yang baik yang belum sempat terealisasikan, semua itu lingkup luasnya makna budi atau saromase'. 

Terngiang di telinga dan melintasi cakrawala berpikirku tentang sebuah bahasa filosofis orang Bugis terkait budi, 

" Mauni wae kecce' ri kacana pattoanna saromase ede, rekkuwa purani ri inung, teppeddingngi riwale' jaa' sipuppureng sunge' " ( meski hanyalah segelas air dingin yang dihidangkan seorang berbudi, jika telah di minum, pantang di balas keburukan sepanjang hidupnya ). 

Penjabaran lainnya adalah tidaklah terukur secara materi Saromase' itu melainkan niat ikhlas pemberinya, andaikan itu bahkan hanya segelas air putih jika di balas dengan keburukan, segelas air putih itu akan menjadi racun atau kutukan, akan menyidapi kesehatan jasmani orang-orang yang tak berbudi. 

Saromase' sebagai bekal yang tak akan pernah basi sepanjang masa hidup hingga sepanjang turunannya, itulah yang di tegaskan oleh para leluhur yang telah berlapis masa. 

Orang tua yang di hormati penuh cinta dan kasih sayang oleh para anak cucunya atau pengikutnya yang telah mewariskan rasa hormat, cinta juga kasih kepada keturunannya. Dan itu akan berlanjut secara turun temurun secara alamiah. 

Secara hakiki Saromase' adalah seni dalam menjalani hidup dengan sumber segala inspirasi yaitu pada ketulusan hati. 

Dermawan sesungguhnya adalah bukan pada harta atau materi yang tertutupi dengan ego tapi pada hati yang tulus tanpa pamrih apapun. 
 Kedermawanan seseorang bukan diliat seberapa banyak materi yang di miliki tapi seberapa besar ia memiliki rasa Saromase'. 

Tulisan di penghujung senja ramadhan 

Hamzah Fanzhury, Minggu 16 April 2023 ( Budi yang kerap terlantarkan ).

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama